Dr. Bustanul Arifin M.Pd

Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Nahdlatul Wathan Mataram

Islam Nusantara adalah sebuah konsep yang menekankan pada keberislaman yang kontekstual dengan budaya, tradisi, dan nilai-nilai lokal masyarakat Indonesia. Sebagai sebuah pendekatan, Islam Nusantara bukanlah agama baru, melainkan cara memahami dan mengamalkan Islam yang sesuai dengan realitas sosial dan budaya Nusantara. Dari sudut pandang filsafat, konsep ini memiliki akar dan implikasi mendalam dalam epistemologi, etika, dan ontologi, serta bagaimana Islam berinteraksi dengan kebudayaan lokal.

Epistemologi: Islam Nusantara sebagai Pengalaman Kontekstual

Dalam filsafat, epistemologi membahas tentang cara manusia memperoleh dan memahami pengetahuan. Islam Nusantara menekankan pendekatan hermeneutik, yaitu memahami ajaran Islam dengan mempertimbangkan konteks sosial-budaya setempat.

  • Teks dan Konteks: Filosofi Islam Nusantara mendasarkan diri pada pandangan bahwa Al-Qur’an dan Hadis memiliki dimensi universal, tetapi penerapannya memerlukan interpretasi kontekstual. Sebagai contoh, tradisi selametan atau tahlilan merupakan wujud adaptasi ajaran Islam dengan nilai-nilai gotong royong masyarakat Indonesia.
  • Integrasi Pengetahuan Lokal: Dalam epistemologi Islam Nusantara, pengetahuan lokal atau kearifan tradisional dilihat sebagai bagian dari hikmah yang dapat dipadukan dengan ajaran Islam. Pandangan ini mencerminkan prinsip dalam filsafat Islam yang menekankan pentingnya integrasi akal dan wahyu.

Etika: Keselarasan dengan Nilai Lokal

Filsafat etika dalam Islam Nusantara bertumpu pada upaya menciptakan keharmonisan antara ajaran Islam dan tradisi lokal.

  • Etika Kebersamaan: Islam Nusantara menekankan nilai-nilai seperti toleransi, inklusivitas, dan menghargai perbedaan. Hal ini mencerminkan prinsip etika pragmatisme yang menilai baik dan buruk berdasarkan dampaknya terhadap harmoni sosial.
  • Adaptasi Nilai Universal: Nilai-nilai Islam, seperti keadilan, kasih sayang, dan kedamaian, diterjemahkan dalam praktik yang menghormati budaya lokal. Misalnya, penggunaan wayang sebagai media dakwah merupakan cara etis untuk menjembatani ajaran Islam dengan budaya Jawa.

Ontologi: Islam dan Kebudayaan

Ontologi membahas tentang hakikat keberadaan. Dalam filsafat Islam Nusantara, ada pandangan bahwa Islam tidak berada dalam ruang kosong, melainkan selalu berinteraksi dengan realitas sosial-budaya di mana ia hadir.

  • Pluralitas sebagai Keniscayaan: Filosofi Islam Nusantara mengakui pluralitas budaya sebagai bagian dari sunnatullah. Dengan kata lain, keberagaman budaya di Nusantara dipandang sebagai tanda kebesaran Allah (QS. Ar-Rum: 22).
  • Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin: Dalam konteks Nusantara, Islam diwujudkan sebagai agama yang membawa rahmat bagi seluruh alam, termasuk budaya dan tradisi lokal. Hal ini sejalan dengan pandangan ontologis bahwa Islam adalah sistem nilai yang fleksibel, mampu menyatu tanpa kehilangan identitas esensialnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *