Pada bulan Sya’ban masyarakat suku Sasak terutama yang ada di desa Gelanggang secara rutin telah melaksanakan Tradisi tahunan yang dikenal dengan sebutan Roah 1001 Dulang Tebolak Beak. Tradisi Roah ini dilaksanakan di Tempat Penguburan Umum (TPU) Batu Ngereng, Dusun Gelanggang Buwuh. Tradisi ini bertujuan untuk berzikir dan berdo’a bersama kepada Allah SWT, memohon ampunan, keselamatan, umur yang panjang dan limpahan rezeki. Selain  itu, tradisi roah tersebut merupakan bentuk rasa bahagia akan datangnya bulan Ramadhon. Hadirnya rasa Bahagia tersebut merupakan  dari ketaatan individu dan komunal.
Momen Tradisi Roah 1001 Dulang Tebolak Beak dimanfaatkan oleh warga masyarakat terutama yang ada di desa Gelanggang, desa Sakra Selatan dan desa Lepak untuk mendo’akan arwah para leluhur terutama yang dikuburkan di TPU Batu Ngereng. Mendoákan leluhur sejatinya merupakan wujud kebaktian anak cucu kepada para pendahulu mereka. Selain itu, tradisi roah tersebut dijadikan sebagai momentum untuk saling memberi (bersodakoh) kepada keluarga dan tetangga yang merupakan bentuk pengamalan perintah agama. Selain itu, tradisi roah tersebut juga bertujuan untuk membangkitkan ingatan akan datangnya dan dekatnya kematian kepada setiap manusia.
Tradisi roah ini juga diajakan sebagai wadah untuk membangkitkan semangat silaturahmi antar keluarga yang selama ini terpisah oleh jarak, kesibukan dan perbedaan. Terbukti, pada saat pelaksanaan roah, banyak warga yang pada akhirnya bertemu kembali dan saling mengingatkan akan silsilah keluarga mereka yang masih satu yang diikat oleh para leluhur mereka yang dimakamkan di Kubur Batu Ngereng.
Terpenting, tradisi roah tersebut berperan penting untuk menumbuhkan rasa “ite pade besemeton” atau kekeluargaan yang mulai pudar seiring dengan besarnya ujian zaman. Misalnya, pada roah yang dilaksankan ditahun 2024 dimana masyarakat terpecah kedalam berbagai kubu karena pilihan politik. Rasa keakuan dan kebekuan komunikasi akhirnya sirna dan lebur, kalah oleh kekhusu’an berdo’a dan kenikmatan begibung. Hal tersebut diakui oleh warga termasuk oleh aparat pemerintah maupun para tokoh agama yang hadir pada roah tersebut. Pandangan tersebut berkaitan erat dengan fungsi tradisi roah atau ruwah sebagai media komunikasi antar warga dan berdampak pada penguatasn rasa kebersamaan (Marham Jupri Hadi)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *