Agenda rutin Beruga’ Alam School di akhir pekan adalah belajar di masyarakat yang dirangkaikan dengan kegiatan berwisata. Pada hari Sabtu, 13 Juli 2024, Beruga’ Alam melakukan kunjungan wisata pendidikan (WIKAN) ke Desa Wisata Tetebatu yang berlokasi di Kecamatan Sikur-Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengenalkan para peserta didik tentang kearifan lokal yang masih dipertahankan di desa tersebut. Selain itu, para peserta didik diharapkan bisa berelaksasi setelah lima hari berjibaku dengan kegiatan membuat ilustrasi tentang cerita anak yang ditugaskan kepada mereka.

Kegiatan WIKAN kali ini diikuti oleh peserta didik dari SMKN 1 Sikur, SMK Almajidiyah NW Kesik, Komunitas UAC Creative Studio, SMAN 1 Sikur, Sekolah Alam Tetebatu, Mahasiswa Universitas Nahdlatul Wathan Mataram, dan Sekolah Literasi Rinjani. Penyelenggaraan WIKAN juga merupakan bagian dari pengenalan pembelajaran berbasis wisata pendidikan yang didukung oleh DRTPM Kementrian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.

Terdapat lima titik wisata yang dikunjungi oleh para peserta WIKAN. Titik awal kunjungan adalah sekretariat Lembaga Pendidikan Sosial dan Budaya (LPSB) Nurul Azhar yang berada di Dusun Presak Desa Tetebatu. Lembaga tersebut merupakan pengelola dari beberapa kegiatan kemasyarakatan seperti Bale Kemaliq (Adat) Kopong, PAUD Asmarandana, Kelompok Wanita Tani, Taman Bacaan Masyarakat Pancor Nyeboq serta madrasah diniyah. Selain sebagai tempat titik berkumpul di lembaga tersebut menyediakan tempat untuk berdiskusi bagi para wisatawan pelajar. Para peserta WIKAN memanfaatkan tempat tersebut untuk briefing sebelum melakukan perjalanan ke berbagai titik wisata tujuan.

Titik wisata kedua adalah Bale Kemaliq Kopong yang ada di Dusun Tetebatu Lingsar. Di tempat tersebut peserta WIKAN disambut oleh Papuq Sukir, yang merupakan tokoh adat Tetebatu sekaligus sebagai pendiri dari LPSB Nurul Azhar. Karena jumlah peserta yang banyak, maka hanya sebagian yang bisa ikut duduk di Beruga’ Bale Kemaliq untuk mendengarkan nasehat dari beliau, terutama tentang adat suku Sasak yang ada di Pulau Lombok. Penjelasan dari Papuq Sukir mendapatkan perhatian luar biasa dari para peserta WIKAN, terutama oleh para Guru pendamping.

Salah satu penjelasan beliau adalah tentang pentingnya mempelajari hukum agama dan hukum adat yang berlaku di pulau Lombok oleh semua pihak. Menurut Beliau, kedua hukum tersebut duduk berdampingan, bukan bertanding. Mereka melengkapi satu sama lain. Para peserta WIKAN terutama peserta didik diingatkan untuk tidak keluar jalur dari kedua peraturan hidup tersebut. Misalnya, remaja putra tidak boleh menggunakan kalung atau menggunakan anting-anting, karena itu merupakan perhiasan bagi perempuan. Beliau menuturkan bahwa apabila pelanggaran tersebut dilakukan maka akan diberikan sanksi adat. Dalam pandangan agamapun, hal tersebut sangat dilarang.

Setelah dari Bale Kemaliq, perjalan dilanjutkan ke mata air Lingsar yang jaraknya sekitar 250 meter. Mata Air Lingsar merupakan tempat yang sakral bagi masyarakat desa Tetebatu. Di tempat tersebut dilaksanakan berbagai ritual adat dalam rangka pelaksanaan tradisi Bubur Puteq, Bubur Abang, Maulid Adat, Roros Reban, maupun tradisi Ngangsor Gegadang. Para peserta WIKAN diarahkan untuk berwudhu atau sekedar “bejarup”, mencuci muka dengan niat untuk membersihkan diri dari segala macam “kotoran” yang melekat dalam diri mereka. Aturannya adalah para peserta laki dan perempuan harus begiliran untuk menuju mata air lingsar.

Setelah itu, perjalananpun dilanjutkan menuju Otak Aiq (sumber mata air) dimana Ritual Nyelametan Otak Aiq dilakukan. Tradisi tersebut bertujuan untuk bersyukur kepada Allah atas anugerah air yang telah diberikan oleh Allah serta memohon agar air tersebut tetap terpelihara serta jumlahnya bisa ditambah sehingga kebutuhan warga untuk memasak, beribadah, maupun bertani bisa terjamin. Perjalan ke otak Aiq tersebut menyusuri tepi kali di yang melewati areal persawahan Raden dr. Soedjono, seorang perintis perjuangan di bidang kesehatan di zaman kolonial belanda.
Perjalanan berikutnya adalah menuju salah satu atraksi wisata alam yang ikonik di desa tersebut yakni Air Terjun Sarang Walet. Untuk memasuki air terjun tersebut, para peserta membayar tiket masuk sebesar Rp. 5000,- kepada pengelola. Agar perjalanan terasa lebih nikmat, para peserta dianjurkan untuk membuka sepatu atau sandal karena rute berjalan yang agak licin dan melewati sungai. Untuk menuju Air terjun, para pengunjung harus melewati tebing, yang tidak curam, serta sungai yang mengalir setinggi lutut. Lorong sungai yang mirip gua menjadikan perjalanan menuju air terjun terasa sangat berbeda dari air terjun lainnya yang ada di pulau Lombok.

Selama berada di Air Terjun Sarang Walet, para peserta WIKAN berpapasan bahkan berinteraksi dengan para tamu mancanegara yang mandi disana. Tampak beberapa guru dan siswa memberikan diri untuk berkomunikasi dalam bahasa Inggris sekedar untuk melatih keterampilan bebahasa asing, serta untuk mengetahui negara asal mereka sekaligus menunjukkan keramahtamahan (hospitality) sebagai warga Lombok. Ada juga peserta WIKAN yang mampu bercanda dengan para wisatawan tersebut. Belajar dari interaksi tersebut, Beruga’ Alam School berencana untuk mengenalkan bahasa Inggris bagi peserta WIKAN selanjutnya agar mereka bisa berkomunikasi dalam konteks pariwisata Lombok.

Perjalanan diakhiri dengan kembali ke titik awal yakni di sekretariat LPSB Nurul Azhar. Setelah rehat sejenak, para peserta diperbolehkan untuk pulang ketempat masing-masing. Ada sebagian peserta yang kembali ke Beruga’ Alam School untuk makan siang dan sholat zhuhur. Adapula peserta yang memilih pulang belakangan. Beruntungnya, para peserta WIKAN yang terakhir pulang mendapatkan suguhan makan siang berupa pelecing tahu special oleh pengelola LPSB Nurul Azhar. Kenyang Dech!!!. Kaki puas berjalan, mata nikmat memandang, hati dan pikiran mendapatkan suguhan ilmu pengetahuan. Yuk ikuti kegiatan WIKAN Beruga’Alam di weekend mendatang.