WhatsApp Image 2024-09-08 at 17.47.22

Desa Kesik merupakan salah satu desa wisata yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Keberadaan Desa Kesik dengan daya tarik seni, budaya, maupun kreativitasnya belum banyak terungkap ke publik, baik bagi warga Pulau Lombok maupun masyarakat yang lebih luas. Oleh karena itu, kami melalui kegiatan WIKAN DE KESIK berinisiatif untuk melakukan pemetaan berbagai wisata yang ada di Desa Kesik. WIKAN DE KESIK merupakan kolaborasi antara tim Pemberdayaan Masyarakat Pemula (PMP) Universitas Nahdlatul Wathan Mataram, guru dan siswa SMK Al-Majidiyah NW Kesik, serta forum komunikasi mahasiswa Desa Kesik. Kegiatan WIKAN DE KESIK didukung oleh DRTPM Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui hibah pengabdian kompetitif tahun 2024.

Pemilihan terminologi WIKAN DE KESIK bertujuan untuk mengenalkan kepada khalayak ramai bahwa Desa Kesik memiliki banyak atraksi yang menarik untuk kegiatan wisata pendidikan. Kata WIKAN sendiri merupakan singkatan dari Wisata Pendidikan, yang merupakan salah satu jenis wisata minat khusus yang memadukan antara aktivitas berwisata dengan upaya pemenuhan capaian pembelajaran. Kegiatan WIKAN DE KESIK juga dihajatkan sebagai bentuk adaptasi implementasi kurikulum merdeka belajar bagi siswa SMK. Melalui kegiatan WIKAN DE KESIK tersebut, siswa bisa belajar melalui proyek pembelajaran luar kelas sekaligus mempelajari berbagai warisan sejarah, budaya, dan tradisi yang masih dipertahankan di Desa Kesik.

Kegiatan WIKAN DE KESIK telah dilaksanakan selama dua kali. Pada tahap pertama, kegiatan tersebut melibatkan puluhan siswa kelas 10 sampai 12 dari jurusan multimedia. Pada WIKAN DE KESIK jilid pertama, para peserta telah berhasil mengunjungi dan mendokumentasikan beberapa situs sejarah dan sebuah sanggar seni yang ada di Desa Kesik, yakni Kentungan Tri Komando Rakjat, Montong (jalur napak tilas perjuangan), Kemalik Lengkoq Telu (sebuah sumur tua), Makam Demung Jita, Lengkoq Bunut, lokasi pande gong, masjid bersejarah, dan Jebak Telaga. Masing-masing situs tersebut memiliki cerita tersendiri yang menyimpan pesan-pesan berharga bagi generasi muda sebagai pegangan dalam mengarungi dinamika kehidupan di masa mendatang.

Kegiatan WIKAN DE KESIK selanjutnya diikuti oleh belasan siswa dengan tugas yang lebih spesifik. Pengurangan jumlah siswa yang terlibat bertujuan agar kegiatan pembelajaran melalui wisata pendidikan bisa lebih optimal dan proyek pembelajaran pun bisa terlaksana dengan baik. Sekitar 14 siswa dari kelas 10 sampai 12 dipilih untuk menjadi tim dokumentasi. Selain mereka, beberapa orang perwakilan dari forum komunikasi mahasiswa Desa Kesik juga terlibat. Perjalanan untuk mengeksplorasi Desa Kesik jilid 2 dipandu oleh seorang guru sejarah di SMK Al-Majidiyah NW Kesik, Pak Andre.

Sebelum kegiatan dimulai, para peserta terlebih dahulu diberikan arahan singkat mengenai tugas mereka masing-masing serta etika yang harus diikuti selama kegiatan wisata. Mereka pun diberikan bimbingan singkat mengenai teknik pengambilan gambar dan video serta cara mencatat (note-taking). Setelah itu, para peserta kemudian melakukan ritual doa bersama dengan harapan agar kegiatan WIKAN DE KESIK berlangsung sesuai dengan harapan.

Perjalanan diawali dengan mengobservasi sebuah rumah peninggalan warga China Muslim di perempatan Desa Kesik yang kemudian dilanjutkan ke rumah kepala Desa Kesik untuk meminta izin sekaligus memberikan informasi mengenai kegiatan pemetaan atraksi wisata tersebut. Kepala Desa Kesik memberikan sambutan yang hangat serta berjanji untuk mendukung Gerakan WIKAN DE KESIK tersebut. Dia pun memberikan arahan dan dukungan moril kepada semua peserta agar mengikuti kegiatan tersebut dengan serius.

Selanjutnya, para peserta melanjutkan perjalanan ke situs Batu Antung-Antung. Situs tersebut merupakan situs sakral yang biasa dimanfaatkan warga desa maupun luar desa untuk melakukan ritual karena di sekitarnya terdapat tiga buah lengkoq (sumur) yang bisa digunakan untuk mandi dan mengambil air minum. Di Batu Antung-Antung tersebut, warga sering memanfaatkannya sebagai tempat pembuatan obat tradisional “Begiliq Bubus” untuk berbagai penyakit. Akan tetapi, situs tersebut sudah tidak terpelihara karena sejak rusaknya rute jalan ke tempat tersebut.

Perjalanan dilanjutkan ke lokasi bekas sanggar Kyai Rompes. Kyai Rompes merupakan seorang mubalig penyebar agama Islam yang berperan untuk menyempurnakan praktik Islam Wetu Telu. Di lokasi bekas sanggar tersebut, masyarakat seringkali mendengar suara lonceng yang berbunyi serta alunan musik tradisional terutama di malam Jumat. Bagian yang tertinggal dari situs tersebut adalah tembok sanggar yang hampir roboh.

Setelah itu, para peserta WIKAN melanjutkan perjalanan ke Makam Raden Maryunani serta Makam Coce. Keberadaan makam-makam tua di Desa Kesik menunjukkan bahwa Desa Kesik merupakan desa tua yang berkaitan erat dengan perjuangan leluhur suku Sasak, baik untuk perjuangan penyebaran agama maupun perjuangan kemerdekaan. Saat ini, salah satu situs makam tersebut sedang dalam proses pemugaran oleh pihak luar yang datang dari berbagai penjuru di Pulau Lombok.

Dua situs terakhir yang dikunjungi oleh para peserta WIKAN DE KESIK jilid II adalah situs Lengkoq Ratu dan Mata Air Mertak Sari. Situs Lengkoq Ratu merupakan situs bersejarah yang sangat tua, di mana terdapat ukuran kaki “Ratu” dengan lebar 20 cm dan panjang telapak kaki 45 cm. Di dekatnya terdapat sumur (lengkoq) yang konon (menurut salah satu versi) digunakan sebagai tempat mandinya ratu di masa lalu.

Adapun situs Mata Air Mertak Sari, atau Remeta’ sering dimanfaatkan sebagai lokasi ritual adat Nunas Nede, yakni memohon perlindungan kepada Allah agar terhindar dari bahaya serta agar mendapatkan curahan rahmat dan kasih sayang. Ritual Nunas Nede telah menjadi salah satu atraksi wisata budaya yang ada di Kabupaten Lombok Timur. Ke depannya, kegiatan WIKAN DE KESIK diharapkan bisa menjadi salah satu event wisata rutin bagi pelajar, mahasiswa, maupun publik yang menyasar wisatawan lokal dan mancanegara.

Penulis: Marham Jupri Hadi, seorang pemerhati pendidikan, pegiata literasi dan inisiator komunitas Wisata Pendidikan (WIKAN)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *